Minggu, 30 Agustus 2009

Kita butuh malaysia

Sesungguhnya tidak akan ada lawan yang terluka dengan pedang kata-katamu setajam apapun pedangmu itu, juga tidak akan ada lawan yang mati terkapar dengan tebasan pedang kata-katamu itu, secepat apapun ayunan pedangmu itu!
Untaian kalimat di atas bukan karya Gibran yang kata-katanya bisa menyihirmu, juga bukan kata-kata penyair Dante atau Taufiq Ismail yang membuai sukmamu. Itu cuma kata-kata yang keluar begitu saja dari jari-jemari saya di atas papan ketik. Tadinya mau saya unggah di Facebook sebagai status terbatu. Tapi rasanya lebih cocok ditampilkan di sini, sebagai pengantar oret-oretan ringan mengenai hubungan Malaysia-Indonesia yang “menegang” gara-gara klaim tari pendet. Setidak-tidaknya seri postingan Dikitik-Kitik Malaysia berikutnya aja deh.
Tanpa disadari, Kompasiana telah dijadikan wilayah peperangan yang seru dan dahsyat antara penulis dan pemberi komentar yang pro dan kontra dengan Malaysia. Bisa juga dibalik, pro dan kontra dengan Indonesia. Bagi yang pro Indonesia (kontra Malaysia), tulisan dan komentar terasa membangkitkan nasionalisme, menggugah nasionalisme yang selama ini mungkin tertidur. Saya berpikir, jangan-jangan untuk membangkitkan rasa nasionalisme yang tinggi atau agar nasionalisme kita tidak tidur terlalu lelap, Malaysia perlu mengkitik-kitik Indonesia lagi dengan klaim-klaim serupa.
Mungkin ke depan klaim-klaim Malaysia bukan klaim murahan yang terkesan mencuri seperti klaim terhadap tari pendet, angklung, batik, dan reog ponorogo. Ke depan mungkin Malaysia menampilkan keberhasilan di bidang sains dan teknologi dimana inovatornya adalah warga negara Indonesia berprestasi (juara olimpiade fisika/matematika) yang hijrah ke Malaysia. Mungkin Malaysia akan menampilkan tower yang lebih tinggi dan monumental ketimbang Petronas karya tenaga ahli Indonesia yang bekerja untuk Malaysia. Boleh jadi Malaysia meraih nobel pertamanya dimana peraihnya adalah orang Indonesia yang sudah lama mengabdi untuk Malaysia. Jangan heran, prestasi Malaysia di bidang karet yang menguasai dunia saat ini pun adalah hasil kerja keras para buruh Indonesia, bukan?
Iya, jangan-jangan kita butuh Malaysia untuk menumbuhkan dan membangkitkan nasionalisme itu! Jangan-jangan kita butuh Malaysia agar kita lebih mengurus dan melestarikan kekayaan seni budaya kita! Jangan-jangan kita butuh Malaysia agar warga negara Indonesia yang tinggal di pulau-pulau terluar menjadi diurus dan diperhatikan serta tidak ditelantarkan! Jangan-jangan kita butuh Malaysia agar peralatan tempur maritim kita menjadi lebih baik! Jangan-jangan kita butuh Malaysia agar lebih baik mengurus sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia! Jangan-jangan kita butuh Malaysia yang menggratiskan biaya kuliah bagi mahasiswanya agar pemerintah Indonesia juga menggratiskan biaya pendidikan bagi mahasiswanya. Ya, jangan-jangan kita butuh Malaysia!
Bagi yang pro Malaysia (kontra Indonesia), sehebat apapun argumen mereka terasa “menyebalkan” dan munafik. Mengapa? Sebab tidak sedikit orang Indonesia yang juga pro Malaysia seperti yang tercermin dalam postingan dan komentar-komentar di Kompasiana ini. Pro-kontra boleh-boleh saja. Tetapi bagi saya pribadi selaku admin Kompasiana, yang biasa membaca hampir seluruh postingan yang masuk, tulisan yang mencerahkan dan memberi solusi tetaplah yang saya ambil manfaatnya, dibanding tulisan yang emosional, mencaci maki tanpa memberi solusi.
Yang cukup mengejutkan, tampil juga beberapa penulis Malaysia tulen yang menulis di Kompasiana, seperti Cik Nazri Yahya. Tentu saja dia memberi pandangan dari kacamata Malaysia, dari sudut pandang sebagai warga negara Malasysia. Sah-sah saja, sebab itu bagian dari “bela diri” sebagai orng Malaysia. Malah Nazri Yahya merelakan dirinya sebagai “tameng hidup” atas kritik dan makian para penulis/pembaca Kompasiana yang rasa nasionalismenya terusik. Semakin banyak “Nazri-Nazri” lainnya dari Malaysia, akan semakin menyenangkan dan menyemarakkan diskusi Malaysia-Indonesia, apapun kasus yang muncul ke permukaan. Silakan saling beragumen di Kompasiana bahkan dengan orang Malaysia tulen sekalipun!
Keluarkan pedang kata-kata dan argumen setajam apapun yang kamu punya, toh tidak akan ada seorangpun di antara kalian yang bakal terluka apalagi binasa atas tebasan pedang kata-katamu itu!
Paling nggak, jengkel aja kaleee…
Dikutip dari Kompas.com

Tidak ada komentar:

 

Friends