Minggu, 30 Agustus 2009

Rupiah Bertahan

Rupiah Bertahan
Saham-saham di Bursa Efek Indonesia Senin (31/8) siang masih berkutat di area negatif, seiring merahnya bursa-bursa saham utama Asial.
Indeks Harga Saham Gabungan sesi pertama ditutup turun 1,08 persen atau 25,746 poin pada 2.351,501. Sektor properti memimpin penurunan indeks di sesi pagi ini.
Sebanyak 159 saham turun mendominasi perdagangan, dibandingkan hanya 26 saham naik dan 40 saham stagnan. Dengan posisi itu, indikator BEI lainnya juga berenang di zona merah, seperti indeks Kompas100 melemah 1,15 persen, kemudian indeks LQ45 terkoreksi 1,11 persen serta Jakarta Islamic Index turun 0,99 persen.
Adapun nilai transaksi sesi pertama baru mencapai Rp 2,119 triliun dari 43.921 kali transaksi dengan volume 2,947 miliar saham.
Mayoritas bursa utama pada sesi pagi terpuruk di zona merah. Aura negatif juga mengimbas ke bursa saham Jepang yang di awal perdagangan sempat melonjak dipici eforia kemenangan partai oposisi, pada penutupan istirahat makan siang, indeks Nikkei ditutup turun 0,35 persen. Di Hongkong, indeks Hangseng melorot 1,81 persen dan di indeks komposit Shanghai China turun tajam 5,37 persen.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, siang ini masih bertahan di posisi Rp 10.055 per dollar AS, lebih baik dibanding penutupan pekan lalu.

Kita butuh malaysia

Sesungguhnya tidak akan ada lawan yang terluka dengan pedang kata-katamu setajam apapun pedangmu itu, juga tidak akan ada lawan yang mati terkapar dengan tebasan pedang kata-katamu itu, secepat apapun ayunan pedangmu itu!
Untaian kalimat di atas bukan karya Gibran yang kata-katanya bisa menyihirmu, juga bukan kata-kata penyair Dante atau Taufiq Ismail yang membuai sukmamu. Itu cuma kata-kata yang keluar begitu saja dari jari-jemari saya di atas papan ketik. Tadinya mau saya unggah di Facebook sebagai status terbatu. Tapi rasanya lebih cocok ditampilkan di sini, sebagai pengantar oret-oretan ringan mengenai hubungan Malaysia-Indonesia yang “menegang” gara-gara klaim tari pendet. Setidak-tidaknya seri postingan Dikitik-Kitik Malaysia berikutnya aja deh.
Tanpa disadari, Kompasiana telah dijadikan wilayah peperangan yang seru dan dahsyat antara penulis dan pemberi komentar yang pro dan kontra dengan Malaysia. Bisa juga dibalik, pro dan kontra dengan Indonesia. Bagi yang pro Indonesia (kontra Malaysia), tulisan dan komentar terasa membangkitkan nasionalisme, menggugah nasionalisme yang selama ini mungkin tertidur. Saya berpikir, jangan-jangan untuk membangkitkan rasa nasionalisme yang tinggi atau agar nasionalisme kita tidak tidur terlalu lelap, Malaysia perlu mengkitik-kitik Indonesia lagi dengan klaim-klaim serupa.
Mungkin ke depan klaim-klaim Malaysia bukan klaim murahan yang terkesan mencuri seperti klaim terhadap tari pendet, angklung, batik, dan reog ponorogo. Ke depan mungkin Malaysia menampilkan keberhasilan di bidang sains dan teknologi dimana inovatornya adalah warga negara Indonesia berprestasi (juara olimpiade fisika/matematika) yang hijrah ke Malaysia. Mungkin Malaysia akan menampilkan tower yang lebih tinggi dan monumental ketimbang Petronas karya tenaga ahli Indonesia yang bekerja untuk Malaysia. Boleh jadi Malaysia meraih nobel pertamanya dimana peraihnya adalah orang Indonesia yang sudah lama mengabdi untuk Malaysia. Jangan heran, prestasi Malaysia di bidang karet yang menguasai dunia saat ini pun adalah hasil kerja keras para buruh Indonesia, bukan?
Iya, jangan-jangan kita butuh Malaysia untuk menumbuhkan dan membangkitkan nasionalisme itu! Jangan-jangan kita butuh Malaysia agar kita lebih mengurus dan melestarikan kekayaan seni budaya kita! Jangan-jangan kita butuh Malaysia agar warga negara Indonesia yang tinggal di pulau-pulau terluar menjadi diurus dan diperhatikan serta tidak ditelantarkan! Jangan-jangan kita butuh Malaysia agar peralatan tempur maritim kita menjadi lebih baik! Jangan-jangan kita butuh Malaysia agar lebih baik mengurus sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia! Jangan-jangan kita butuh Malaysia yang menggratiskan biaya kuliah bagi mahasiswanya agar pemerintah Indonesia juga menggratiskan biaya pendidikan bagi mahasiswanya. Ya, jangan-jangan kita butuh Malaysia!
Bagi yang pro Malaysia (kontra Indonesia), sehebat apapun argumen mereka terasa “menyebalkan” dan munafik. Mengapa? Sebab tidak sedikit orang Indonesia yang juga pro Malaysia seperti yang tercermin dalam postingan dan komentar-komentar di Kompasiana ini. Pro-kontra boleh-boleh saja. Tetapi bagi saya pribadi selaku admin Kompasiana, yang biasa membaca hampir seluruh postingan yang masuk, tulisan yang mencerahkan dan memberi solusi tetaplah yang saya ambil manfaatnya, dibanding tulisan yang emosional, mencaci maki tanpa memberi solusi.
Yang cukup mengejutkan, tampil juga beberapa penulis Malaysia tulen yang menulis di Kompasiana, seperti Cik Nazri Yahya. Tentu saja dia memberi pandangan dari kacamata Malaysia, dari sudut pandang sebagai warga negara Malasysia. Sah-sah saja, sebab itu bagian dari “bela diri” sebagai orng Malaysia. Malah Nazri Yahya merelakan dirinya sebagai “tameng hidup” atas kritik dan makian para penulis/pembaca Kompasiana yang rasa nasionalismenya terusik. Semakin banyak “Nazri-Nazri” lainnya dari Malaysia, akan semakin menyenangkan dan menyemarakkan diskusi Malaysia-Indonesia, apapun kasus yang muncul ke permukaan. Silakan saling beragumen di Kompasiana bahkan dengan orang Malaysia tulen sekalipun!
Keluarkan pedang kata-kata dan argumen setajam apapun yang kamu punya, toh tidak akan ada seorangpun di antara kalian yang bakal terluka apalagi binasa atas tebasan pedang kata-katamu itu!
Paling nggak, jengkel aja kaleee…
Dikutip dari Kompas.com

SBY Panggil Menkeu dan Menhankam

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanggil Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Plt Menteri Perekonomian merangkap Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Pertemuan Presiden Yudhoyono dengan kedua menteri itu dilakukan secara terpisah. Presiden terlebih dahulu bertemu dengan Sri Mulyani di Wisma Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (31/8).

Sri Mulyani tiba di Wisma Negara sekitar pukul 10.00 WIB, tetapi tidak seperti biasanya, dia menggunakan pintu masuk Gedung Sekretariat Negara di Jalan Majapahit. Biasanya, menteri-menteri menghadap Presiden di Kantor Kepresidenan atau Istana Negara dan mobil mereka masuk melalui pintu khusus bagi pejabat negara di Jalan Veteran III.

Sampai pukul 11.00 WIB, pertemuan Sri Mulyani dengan Presiden Yudhoyono yang didampingi oleh Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi masih berlangsung. Sementara Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono yang dijadwalkan bertemu dengan Presiden pada pukul 11.00 di Kantor Kepresidenan terpaksa harus menunggu.

Dua menteri yang menghadap kepada Presiden pada Senin diduga berkaitan dengan dua masalah yang kini sedang mendapat perhatian publik. Kasus Bank Century mencuat karena suntikan dana yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencapai Rp 6,7 triliun, sedangkan yang diketahui DPR hanya Rp 1,3 triliun. Dana suntikan itu juga dinilai terlalu besar karena aset yang dimiliki Bank Century hanya Rp 2 triliun.

Pengambilalihan Bank Century oleh LPS didasari alasan kegagalan bank tersebut dapat menimbulkan efek sistemik. Alasan itu juga dikemukakan oleh Sri Mulyani yang bertindak sebagai Ketua Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK).

Sementara Menhan diduga dimintai keterangan oleh Presiden terkait penyitaan senjata buatan Pindad yang dilakukan oleh aparat bea cukai Filipina. Pindad baru-baru ini mengirimkan senjata yang merupakan pesanan pemerintah setempat. Namun, dicurigai bahwa pembelian senjata itu dilakukan oleh para politisi bagi pengamanan diri mereka menjelang pemilihan umum.

Di dalam kapal yang yang mengangkut pesanan Filipina itu juga terdapat senjata buatan Pindad yang dipesan oleh pemerintah Mali.
 

Friends